Mengintip Pembuatan Brownies dari Bahan Tempe

Brownise tempe menjadi salah satu produk unggulan varian tempe karya ibu PKK di desa Kedungmegarih, Kecamatan Kembangbahu, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, (Foto / Metro tv) Brownise tempe menjadi salah satu produk unggulan varian tempe karya ibu PKK di desa Kedungmegarih, Kecamatan Kembangbahu, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, (Foto / Metro tv)

LAMONGAN : Tempe biasanya hanya dijadikan lauk dimasak, atau dijadikan camilan goreng. Namun di tangan sekelompok ibu PKK di desa Kedungmegarih, Kecamatan Kembangbahu, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, tempe dijadikan bahan utama membuat brownies. 

Ide membuat brownies tempe ini, bermula dari banyaknya warga desa setempat memproduksi tempe sebagai salah satu satu sentra penghasil tempe di Kabupaten Lamongan. Namun karena harga jual tempe sangat murah, maka munculah ide membuat brownies berbahan tempe agar meningkatkan harga jual lebih tinggi.

Pembuatan brownies tempe sangatkan mudah. Pertama, semua bahan disiapkan terdiri dari tempe yang sudah direbus, telur, tepung, coklat,susu,gula, cream dan juga keju. 

Kemudian tempe yang sudah direbus dihaluskan terlebih dahulu, setelah itu dicampur dengan adonan telur, tepung,cokelat, susu, serta gula. Selanjutnya aduk hingga merata kemudian dituangkan pada cetakan lalu direbus hingga matang.

Setelah itu, brownies yang sudah matang diberi cream dan juga keju sebagai pelengkap brownies berbahan tempe pun siap dihidangkan. 

Siti Amanah salah satu pembuat brownies tempe, mengatakan, dari inovasi ini diharapkan nilai jual tempe bisa lebih meningkat dan bisa mendongkrak perekonomian warga desa.

"Menunya cukup sederhana, sehingga mudah dibuat. Brownise ini menjadi varian baru pen golahan tempe," ungkapnya. 

Kreasi ibu-ibu PKK ini ternyata disukai banyak orang di masa pandemi covid-19 saat ini banyak orang yang tinggal dirumah dan butuh cemilan. Brownies tempe ini menjadi pilihan warga dan sudah banyak dipesan melalui media sosial.

"Omzet dalam penjualan perbulan mencapai Rp 3 hingga Rp 5 juta dengan harga jual Rp 30 ribu perkotak," terangnya. 

Inovasi ibu-ibu ini juga mendapatkan apresiasi dari pemerintah desa. Pihak desa akan terus mengembangkan inovasi ini agar prodok ungulan desa bisa meningkat dan laris dipasaran sehingga bisa menunjang perekonomian masyarakat desa


(ADI)

Berita Terkait