Mitigasi Bencana Tsunami, BMKG dan BPBD Siapkan Skenario Evakuasi Warga Pesisir Laut Selatan

Peringatan peta rawan tsunami di pesisir selatan Kabupaten Malang (Foto / Metro TV) Peringatan peta rawan tsunami di pesisir selatan Kabupaten Malang (Foto / Metro TV)

MALANG : Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan peta ketinggian ancaman gelombang tsunami 29 meter yang berpotensi melanda pantai selatan Jawa Timur (Jatim), bentuk skenario terburuk. Skenario itu diperlukan untuk berjaga-jaga bukan untuk membuat resah hingga menakuti warga.  

"Peta itu untuk menjelaskan potensi bahaya dan mitigasi yang dilakukan agar bisa disimulasikan dari sisi terburuk demi menyelamatkan warga. Yang penting ada peta, zona yang akan terkena, yang berpotensi terdampak itu di mana, untuk berjaga-jaga," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Rabu 9 Juni 2021.  

Dia menjelaskan, pada peta yang dibuat BMKG juga dijelaskan genangan tsunami ini sampai ke daratan berapa lama, dan berapa meter kegiatan. Namun, dia menegaskan hal itu bukan prediksi, melainkan skenario.

"Tapi itu bukan ramalan, bukan prediksi. Itu skenario, itu alat sarana untuk berjaga-jaga dan terburuk. Artinya kalau buruk terjadi seperti itu. Kemungkinan terbesar lebih ringan dari itu," kata Dwikorita.

BACA JUGA : Gempa Besar M8,7 dan Tsunami 29 Meter Ancam Jatim

Dwikorita juga mengatakan, BMKG tak bisa memprediksi seberapa kuat tinggi kekuatan gempa dan gelombang. "Itu sulit (kalau memprediksi kekuatan gempa dan tinggi tsunami), nggak seperti itu, yang penting ada peta. Kita tidak mengukur satu sampai 10 (kekuatan gempa)," katanya.

Sementara itu, Kepala bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono mengungkapkan, bila peta mitigasi bencana tsunami dan kegempaan yang dibuat BMKG dibuat berdasarkan kajian terburuk, karena banyak pertanyaan terkait jalur evakuasi dan kerawanan potensi tsunami dari BPBD di daerah. Namun, dia menegaskan hal itu bukan memprediksi. Artinya, bisa saja tidak terjadi dengan kekuatan sebagaimana yang ada di peta mitigasi tersebut.

"Mau tidak mau BMKG membuat peta modelling itu. Nah peta itu dibuat dengan skala terburuk supaya apa, kita punya persiapannya, padahal belum tentu terjadi seperti itu. Contohnya dimodelkan tsunami di Banyuwangi itu 20 meter lebih, nyatanya tsunami 1994 hanya 13 meter," kata Daryono.

Namun, pihaknya menyayangkan peta mitigasi bencana tsunami dan kegempaan yang dibuat BMKG justru disalahartikan oleh sebagian besar masyarakat sehingga menyebabkan kepanikan. "Itu dibuat dengan modelling, dibuat tingginya berapa di situ, supaya kita bisa menyiapkan bangunan yang tahan tsunami di atas itu, dibuat untuk menyiapkan skenario itu. Tapi responsnya kepanikan, tidak nyambung, disalahtafsirkan oleh masyarakat," katanya.

 


(ADI)

Berita Terkait