Menantu Menikahi Mantan Mertua, Bolehkah?

Ilustrasi Ilustrasi

CLICKS.ID: Belum lama ini, publik heboh dengan kisah rumah tangga yang tidak lazim. Suami diceraikan istri karena dianggap berzina dengan ibu dari istri tersebut. Hubungan perzinaan tentu tidak diragukan lagi merupakan hal yang diharamkan dalam Islam.

Namun, bagaimana bila yang terjadi seorang menikahi mantan mertuanya? Atau menantu menikahi ibu mertua, baik saat menantu itu masih sebagai suami dari anaknya, atau keduanya sudah bercerai.

"Tidak boleh atau haram hukumnya seorang menantu menikahi ibu mertua karena ibu mertua menjadi mahrom selamanya atau disebut dengan mahrom muabbad," kata Ustaz Raehanul Bahraen dalam unggahannya di Instagram.

BACA: Ditinggal Sendirian di Rumah, Anak Dicabuli Tetangga

Mahrom muabbad, artinya tidak boleh dinikahi selamanya, sedangkan mahrom muaqqot, artinya tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal.  Mahrom muabbad dibagi menjadi tiga: [1] Karena nasab, [2] Karena ikatan perkawinan (mushoharoh), [3] Karena persusuan (rodho’ah). Dan hubungan mertua dan menantu adalah mahrom muabbad karena ikatan perkawinan.

Ustaz Raehanul pun menjelaskan, meskipun sudah cerai dengan istrinya yang notabene anak dari ibu mertuanya, status kemahramaman tetap berlaku selamanya. Jadi ibu mertua tetap mahram meskipun sudah cerai, hal ini berdasarkan keumuman ayat:  

"Diharamkan atas kamu (menikahi) ibu-ibumu, anak-anak perempuanmu, saudara-saudara perempuanmu, saudara-saudara perempuan ayahmu, saudara-saudara perempuan ibumu, anak-anak perempuan dari saudara laki-lakimu, anak-anak perempuan dari saudara perempuanmu, ibu yang menyusuimu, saudara-saudara perempuanmu sesusuan, ibu istri-istrimu (mertua), anak-anak perempuan dari istrimu (anak tiri) yang dalam pemeliharaanmu dari istri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum bercampur dengan istrimu itu (dan sudah kamu ceraikan), tidak berdosa bagimu (menikahinya), (dan diharamkan bagimu) istri-istri anak kandungmu (menantu), dan (diharamkan pula) mengumpulkan (dalam pernikahan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali (kejadian pada masa) yang telah lampau. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS. an-Nisa’ [4]: 23).

Berbeda dengan mahram muaqqat atau mahrom sementara, boleh menikahi dengan mahrom sementara apabila telah cerai dengan istrinya atau istrinya wafat.

Misalnya, saudari kandung istri atau bibi istri, tidak boleh menikahi jika masih status pernikahan dengan istri, apabila istrinya wafat, atau ia telah cerai dengan istrinya, boleh menikah dengan saudari istri atau bibi istri setelahnya.
 

 


(TOM)

Berita Terkait