Penasaran, Begini Cara Astronot Tentukan Waktu dan Kiblat Salat di Luar Angkasa

Ilustrasi / Medcom.id Ilustrasi / Medcom.id

SURABAYA : Banyak astronot telah pergi ke luar angkasa, termasuk yang beragam islam. Lalu, bagaimana cara menentukan waktu dan kiblat salat. Padahal,  saat mengorbit Bumi dengan kecepatan 17.400 mil per jam, Mekkah bergerak cepat di bawah pesawat luar angkasa.

Para astronot mengalami Matahari terbit dan terbenam setiap 90 menit saat mereka mengorbit Bumi. Matahari terbit dan terbenam yang cepat ini dapat menyebabkan kebingungan tentang kapan harus salat, serta kapan harus berpuasa di bulan suci Ramadan.  

Pada 2007, Malaysia mengirim astronot pertamanya ke International Space Station (ISS) sebagai bagian dari kesepakatan senilai 900 juta dolar AS untuk membeli jet tempur dari Rusia. Astronot itu bernama Sheikh Muszaphar Shukor, dokter muslim yang meluncurkan Soyuz TMA-11 Rusia.

Sebelum lepas landas, Shukor mengatakan sementara prioritas utamanya lebih pada melakukan eksperimen, dia khawatir soal mempertahankan ibadah di luar angkasa. Sebagai tanggapan, pemerintah Malaysia mengadakan pertemuan yang terdiri atas 150 sarjana hukum Islam, ilmuwan, dan astronot untuk membuat pedoman bagi Dr. Shukor.

baca juga : Mengenal John McFall, Kandidat Astronot Disabilitas Pertama Dunia

Para ulama mengeluarkan fatwa, atau pendapat hukum Islam yang tidak mengikat, yang dimaksudkan membantu astronot Muslim di masa depan. Mereka menulis untuk beribadah umat Islam di luar angkasa harus menghadap Mekah jika memungkinkan. Tapi jika tidak, mereka dapat menghadap ke Bumi secara umum, atau hanya menghadap ke di mana saja, sebagaimana dikutip dari situs Harvard.

Untuk memutuskan kapan harus salah dan berpuasa selama Ramadan, para ulama menulis, umat Islam harus mengikuti zona waktu dari tempat yang mereka tinggalkan di Bumi, yang dalam kasus Dr. Shukor adalah Kazakhstan. Untuk sujud saat salah dalam gravitasi nol, para ulama menyatakan astronot dapat melakukan gerakan yang sesuai dengan kepala mereka, atau hanya membayangkan gerakan Bumi biasa.

 


(ADI)

Berita Terkait