Korupsi Batuan Pertanian, Mantan Kepala Dinas Perpustakaan Lamongan Ditahan

Mantan Kepala Dinas Perpustakan Lamongan, Lestariyono, ditahan di Lapas Kelas IIB Lamongan (Foto / Metro TV) Mantan Kepala Dinas Perpustakan Lamongan, Lestariyono, ditahan di Lapas Kelas IIB Lamongan (Foto / Metro TV)

LAMONGAN : Mantan Kepala Dinas Perpustakan Lamongan, Lestariyono, ditahan di Lapas Kelas IIB Lamongan. Dia dinyatakan bersalah atas tindak pidana korupsi bantuan pertanian. Eksekusi terhadap pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) itu dilakukan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Lamongan berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 1288 KUPID SUS/2015 tertanggal 14 Desember 2016.

Menurut Kepala Kejari Lamongan Dyah Ambarwati, Lestariyono divonis penjara selama 1 tahun 6 bulan dan denda Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan, dalam perkara korupsi pungutan terhadap Penerima Bantuan Pengembangan Usaha Agribis Perdesaan (PUAP) yang diterima oleh Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tahun 2011 di wilayah Kecamatan Maduran.

“Kasus ini sudah lama sekali. Hari ini kita tindaklanjuti serta menjalankan putusan dari Mahkamah Agung (MA). Berdasarkan Surat Perintah Pelaksanaan Putusan Kepala Kejaksaan Negeri Lamongan (P-48) Nomor Print-492/M 5.36/Fu 1/08/2022 tanggal 24 Agustus 2022 atas nama Drs. Lestariyono, M.Si,” ujar Dyah, Rabu 24 Agustus 2022.

Selain Lestariyono, tambah Dyah, pihaknya juga telah mengeksekusi terpidana lain pada 7 Januari 2022 dalam kasus yang sama. Mereka adalahHari Agus Santa Pramono yang merupakan eks Camat Maduran.

“Terpidana saat itu mengatakan siap membantu Kecamatan Maduran apabila ingin menerima bantuan dari Pemerintah Pusat. Pasalnya, dia mengaku kenal dengan seseorang di Jakarta yang dapat membantu untuk mendapatkan bantuan pada Oktober 2011,” terangnya.

Baca juga : Sejoli Magetan Kompak Curi Kotak Amal

Selanjutnya, Lestariyono meminta kepada Hari Agus untuk mendata nama-nama Gapoktan dan pengurusnya di tiga desa yang ingin mendapat bantuan dana tersebut. Data itu kemudian dikirim melalui SMS ke nomor milik Lestariyono.

Berdasarkan pengakuan terpidana, program BLM-PUAP dari Pemerintah Pusat itu dapat diakses secara umum oleh Gapoktan. Namun, menurut terpidana, ada syarat yang harus dipenuhi yakni berupa biaya pengurusan sebesar 20 persen dari nilai biaya yang diterima.

Sehingga atas apa yang dilakukannya, Dyah menjelaskan, hal itu melanggar pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Korupsi junto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

“Terpidana telah menerima gratifikasi senilai Rp60 juta,” tandasnya.

Seperti diketahui, terpidana sebelumnya telah menempuh upaya banding atas vonis Pengadilan Tipikor Surabaya beberapa waktu lalu. Nahas, upaya banding itu ditolak MA dan justru memperkuat vonis pengadilan.

Sementara itu, ada tiga gapoktan di wilayah Kecamatan Maduran yang seharusnya masing-masing menerima bantuan dana Rp100 juta. Akibat ulah terpidana, tiap gapoktan itu terpaksa harus menyerahkan uang senilai Rp20 juta. Sehingga uang yang terkumpul untuk disetor sebagai biaya pengurusan itu totalnya Rp60 juta.

Uang Rp60 juta itu kemudian diserahkan kepada Hari Agus dan dilanjutkan kepada Lestariyono, yang dianggap telah mengurusi proposal dana PUAP yang dimaksud.


(ADI)

Berita Terkait