Pemerintah Melarang Bisnis Thrifting, Ini Alasannya

Ilustrasi / Medcom.id Ilustrasi / Medcom.id

JAKARTA : Pemerintah menyoroti bisnis pakaian bekas atau thrifting yang tengah menjamur. Presiden Joko Widodo (Jokowi) melarang bisnis thrifting karena akan mengganggu industri tekstil lokal. Jokowi pun sudah meminta kementerian terkait mencari dan menindak sejumlah pihak yang melakukan dan terlibat dalam thrifting.

"Impor pakaian bekas mengganggu industri tekstil dalam negeri. Jadi yang namanya impor pakaian bekas harus setop," kata dia di Jakarta, belum lama ini.

Sementara itu, Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM)Teten Masduki pun telah menegur marketplace yang menjual barang trifting. "Kalau memang itu e-commerce pasti akan kita tegur, tapi kalau medsos akan susah," ujarnya.

Dia mengatakan, penjualan baju bekas impor tidak sejalan dengan Gerakan Nasional Bangg Buatan Indonesia (GNBBI). Dan penolakan terhadap produk barang bekas impor ilegal merupakan upaya untuk melindungi industri tekstil milik pelaku UMKM.

baca juga : Anies Baswedan Optimistis Wujudkan Kesejahteraan dan Keadilan Sosial

"Argumen kami menolak pakaian bekas sangat kuat, dan kami ingin melindungi produk UMKM kita, terutama di sektor tekstil dan produk tekstil sepatu yang sekarang juga sudah banyak pelaku UMKM," ucap Teten.

Adapun larangan impor pakaian bekas tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 40 Tahun 2022 tentang perubahan Permendag Nomor 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Dilarang Impor. Pada pasal 2 ayat 3 disebut barang dilarang impor, antara lain kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas. Barang-barang tersebut dilarang diimpor karena memiliki dampak buruk bagi kesehatan pengguna, lingkungan, pendapatan negara karena tidak bayar bea dan cukai, serta merugikan industri tekstil lokal.

Deputi Bidang Usaha Kecil dan Menengah Kemenkop UKM, Hanung Harimba mengatakan, thrifting sangat merugikan produsen UKM tekstil. Itu karena berdasarkan data CIPS dan ApsyFI, 80 persen produsen pakaian di Tanah Air didominasi industri kecil dan mikro. "Sementara impor pakaian bekas selama ini memangkas pangsa pasar mereka sebesar 12-15 persen," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan Ekonom sekaligus Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira. Dia mengatakan, beredarnya produk thrifting akan memukul pelaku usaha dengan orientasi pasar domestik. Bahkan, menurutnya, tidak sedikit yang banting setir ikut jualan produk pakaian impor bekas karena marginnya lebih besar, dan hemat biaya tenaga kerja.

"UMKM yang menjual kembali produk barang bekas sebagai reseller pun sebenarnya menjadi kanibal dengan UMKM lain di sektor produksi pakaian jadi. Kerugian penjualan produk thrifting terhadap ekonomi bisa mencapai Rp4,2 miliar setahun, dan dalam rata-rata 10 tahun terakhir bisa mencapai Rp42 miliar," tuturnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (IKATSI) Riza Muhidin berpendapat, thrifting pakaian bekas impor akan mematikan industri dalam negeri. Bahkan jika ini terus berlanjut akan berdampak pada serapan tenaga kerja di lapangan pada industri tekstil.

"Bisa dibayangkan kalau fenomena ini terus berlanjut berapa banyak pakaian bekas yang akan datang di Indonesia. Bisa-bisa kita menjadi tempat pembuangan pakaian bekas dari seluruh dunia. Akhirnya, pasar domestik penuh dengan pakaian bekas dan industri dalam negeri tidak dapat tumbuh. Tenaga kerja tidak dapat terserap secara optimal,” pungkasnya.

 


(ADI)

Berita Terkait