Kuasai Baterai Kendaraan Listrik, Indonesia Berpotensi Jadi Negara Terkaya di Dunia

ABB meluncurkan pengisi daya (charging) kendaraan listrik tercepat di dunia bernama Terra 360 (Foto / Istimewa) ABB meluncurkan pengisi daya (charging) kendaraan listrik tercepat di dunia bernama Terra 360 (Foto / Istimewa)

JAKARTA : Indonesia berpotensi menjadi salah satu negara terkaya di dunia dengan menguasai industri baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Ini mengingat posisi Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, serta masih tingginya bahan baku primer lain, seperti cobalt, mangan, dan aluminium.

Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita menggaris bawahi meningkatnya kebutuhan baterai kendaraan listrik akan mendukung peran strategis Indonesia dalam rantai pasok global industri EV. Indonesia sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, serta masih tingginya cadangan bahan baku primer lainnya seperti cobalt, mangan, dan aluminium harus mampu memanfaatkan sumber daya alam ini.

Dia mencatat saat ini ada sembilan perusahaan yang telah siap mendukung industri baterai, masing-masing lima perusahaan penyedia bahan baku baterai, dan 4 perusahaan produsen baterai.

"Industri baterai Indonesia harus mengantisipasi perkembangan teknologi ke depan yang berdampak pada harga lebih murah, energi yang dihasilkan lebih tinggi, dan waktu pengisian yang singkat. Adanya teknologi disruptive battery seperti ini, mengindikasikan ketersediaan nikel, mangan dan kobalt melimpah tidak menjamin produksi baterai keberhasilan produksi baterai. Pertimbangan biaya dan kemampuan storage dari material baru juga harus diantisipasi,” ujar Agus.

Baca Juga : Honda Kembangkan Teknologi Sensing 360, Ini Fungsinya

Sementara itu, Dosen Desain Produk FSRD-ITB, Yannes Martinus Pasaribu menilai, pemerintah memegang peranan penting dalam mensukseskan program kendaraan listrik untuk menekan emisi karbon itu. Menurut Yannes, Indonesia memiliki potensi besar menjadi negara kaya karena menguasai sekitar 23 persen cadangan nikel dunia ditambah memiliki sumber daya elemen penyusun baterai litium.

Apabila seluruhnya dipergunakan sebagai modal mendirikan industri baterai nasional, maka bukan tidak mungkin pada 2030 mendatang Indonesia bisa menjadi produsen baterai kendaraan listrik terbesar.

“Untuk menuju ke sana perlu leadership yang kuat. Sementara dalam proses menuju ke sana, Indonesia kan ada potensi penerimaan dari carbon tax minimal Rp3,03 triliun per tahun. Bagaimana kalau insentifnya diberikan ke stakeholder baik itu masyarakat atau industri agar harga mobil dan motor listrik menjadi menarik,” kata Yannes.

 


(ADI)

Berita Terkait