Jurnalis Jember Lakukan Aksi Damai Tolak Revisi RUU Penyiaran

Puluhan jurnalis dari AJI, IJTI, dan PWI, melakukan aksi dalam menolak revisi RUU Penyiaran di bundaran DPRD Jember pada Kamis, 16 Mei 2024. Foto: ANTARA/Zumrotun Solichah Puluhan jurnalis dari AJI, IJTI, dan PWI, melakukan aksi dalam menolak revisi RUU Penyiaran di bundaran DPRD Jember pada Kamis, 16 Mei 2024. Foto: ANTARA/Zumrotun Solichah

Jember: Puluhan jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jember melakukan aksi damai untuk menolak revisi rancangan Undang-Undang Penyiaran. Revisi UU Penyiaran dianggap dapat mengancam kebebasan pers.

Mereka melakukan aksi damai dengan berjalan mundur dan meletakkan kartu pers yang dikelilingi sejumlah lilin di bundaran DPRD Jember, Jawa Timur, pada Kamis, 16 Mei 2024 malam hari.

"Larangan penayangan hasil peliputan jurnalisme investigasi tentu mengancam kebebasan pers, sehingga kami dengan tegas menolak RUU Penyiaran itu," ucap Sekretaris IJTI Tapal Kuda, Mahfud Sunardji, dikutip dari Antara, Jumat, 17 Mei 2024.

Ia melanjutkan, dalam revisi RUU Penyiaran itu juga menyebutkan penyelesaian sengketa pers diselesaikan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Hal tersebut dikhawatirkan akan menjadi tumpang tindih dengan kewenangan Dewan Pers sebab hal tersebut merupakan produk jurnalistik.

"Hal itu akan memberangus peran Dewan Pers sebagai lembaga independen yang menyelesaikan sengketa pers, sehingga RUU Penyiaran akan tumpang tindih dengan UU Pers," katanya.

Sementara itu, Anggota AJI Jember Andi Saputra mengatakan larangan terhadap penayangan jurnalisme investigasi harus ditolak secara tegas. Ia menilainya sebagai pembatasan terhadap kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.

"Pasal tersebut tidak hanya mengancam kebebasan pers, namun merugikan kepentingan publik untuk mendapatkan akses informasi pemberitaan yang berkualitas," kata Andi Saputra dikutip dari Antara, Jumat, 17 Mei 2024.

Ia mengatakan revisi UU Penyiaran itu akan menggiring masa depan jurnalisme Indonesia ke masa kegelapan karena membatasi kerja jurnalistik atau kebebasan berekspresi secara umum.

"Kami berharap pemerintah dan DPR meninjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran, menghapus pasal-pasal problematik yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi; dan melibatkan Dewan Pers dalam pembahasan itu," kata dia.

Anggota PWI Jember, Sutrisno, menyampaikan hal yang sama bahwa larangan penayangan hasil liputan investigasi dalam revisi RUU penyiaran sangat terkesan tendensius dan membungkam produk jurnalistik yang berkualitas.


(SUR)

Berita Terkait