40.000 Jemaah Salat Idul Adha Padati Masjid Al Akbar Surabaya

Jamaah salat Idul Adha di Masjid Agung Surabaya (Foto / Istimewa) Jamaah salat Idul Adha di Masjid Agung Surabaya (Foto / Istimewa)

SURABAYA : Jemaah salat Idul Adha di Masjid Al Akbar Surabaya, membeludak, Kamis 29 Juni 2023. Kurang lebih 40.000 jemaah dari berbagai penjuru hadir untuk melaksanakan salat Idul Kurban secara berjemaah. Terdapat perbedaan Hari Raya Idul Adha pada tahun 2023 ini, karena sebagian umat Islam telah merayakannya pada Rabu 28 Juni 2023. Meski begitu, ibadah salat Idul Adha tetap semarak dan penuh kekhusyukan.

Pada ibadah salat Idul Adha di Masjid Al Akbar kali ini, salat dipimpin Imam Besar KH Abdul Hamid Abdullah. Sedangkan yang menjadi khotib, mantan menteri pendidikan nasional (mendiknas) Mohammad Nuh. Ibadah salat Idul Adha ini juga diikuti sejumlah tokoh, termasuk Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa dan Emil Elestianto Dardak.

Pada khutbahnya, Mohammad NUH menegaskan bahwa Ibadah Haji merupakan ibadah yang penuh pergerakan, sangat dinamis dalam dimensi posisi (ruang) dan waktu. Ibadah haji tidak dilakukan sendirian, tetapi bersama-sama hingga terjadi interaksi antarjemaah.

baca juga : Subhanallah, Bocah SD di Malang Rela Sisihkan Uang Jajan demi Beli Kambing Kurban

"Semangat ta’awun (saling membantu-kolaborasi-sinergi) dan ego sentris seringkali berbenturan dalam prosesi haji tersebut. Itulah fakta dan realitas kehidupan. Memang ada filosofi yang berbeda antara kompetisi-lomba (musabaqoh) dan kolaboratif-sinergis (mu’awwanah)," katanya.

Dalam berlomba (fastabiqu) untuk meraih kemenangan memang harus mengalahkan yang lain, sehingga jargon utamanya yakni indeks daya saing. Hal itu sangat berbeda dengan kolaboratif-sinergis, yang untuk menjadi terbaik (‘pemenang’) tidak harus mengalahkan yang lain, tetapi bisa menang bersama, sukses bersama.

"Itulah esensi kolaborasi-sinergi (mu’awwana) dalam meraih kemenangan dan kesuksesan. Esensi ke-kitaan lebih dominan dibanding ke-aku-an. Nahnu-isme lebih dominan dibanding Ana-isme, apalagi prosesi ibadah haji tidak mengenal perbedaan berdasar unsur primordial (suku, ras, bangsa, profesi, status sosial), yang ada hanya hamba dan tamu Allah," katanya.


(ADI)

Berita Terkait