Kajian Potensi Tsunami di Tulungagung Dianggap Meresahkan, Warga Rusak Sirine

Petugas mengecek sirine tanda stunami yang diduga dirusak warga (Foto / Istimewa) Petugas mengecek sirine tanda stunami yang diduga dirusak warga (Foto / Istimewa)

TULUNGAGUNG : Warga Tulungagung terutama yang bermukim di kawasan pantai selatan resah dengan kajian para ahli terkait potensi bencana tsunami. Penyebabnya, warga menafsirkan potensi tsunami itu sebagai prediksi. Bahkan, warga pun merusak sirine tanda tsunami.

"Iya, memang resah karena faktor tidak mengerti atau keliru menafsirkan. Karenanya sosialisasi terus kita lakukan," ujar Kepala BPBD Kabupaten Tulungagung Suroto, Jumat 29 Oktober 2021.

BPBD bersama pihak terkait mengklaim telah memasang rambu-rambu peringatan di seluruh kawasan pantai yang berpotensi tsunami. Diantaranya Pantai Sine, Pantai Popoh, Pantai Sidem, dan Pantai Klathak. Petugas juga tidak berhenti melakukan simulasi.

Termasuk menyosialisasikan Pola 20 : 20 : 20. Yakni 20 detik bila terjadi gempa hebat, penduduk memiliki waktu 20 menit untuk melakukan evakuasi. Kemudian mereka bisa naik ke tempat aman setinggi 20 meter. "Semua tempat evakuasi itu sudah kita siapkan. Baik tempat evakuasi sementara maupun permanen," terang Suroto.

Baca Juga : Jaga Ekosistem Laut, Khofifah Tanam Mangrove di KEE Gresik

Sesuai kajian para ahli, dua lempeng melintasi seluruh kawasan pantai selatan. Yakni mulai dari Banyuwangi Jawa Timur dengan Tulungagung di dalamnya, sampai pantai Pangandaran Jawa Barat. Secara teori, tumbukan atau patahan kedua lempeng akan menimbulkan gempa.

Guncangan dengan magnitudo 7 sampai 9, berpotensi terjadi tsunami. Untuk deteksi dini, kata Suroto petugas sudah memasang piranti early warning system (EWS) di seluruh kawasan pesisir selatan Tulungagung. Setiap terjadi guncangan besar yang berpotensi tsunami, EWS akan berbunyi.

Dalam sosialisasi dan simulasi bencana tsunami di Tulungagung, petugas selalu menekankan kajian para ahli menyatakan potensi. “Bukan prediksi. Sampai hari ini belum ada alat yang bisa memprediksi kapan dan di mana tsunami akan terjadi,” katanya. Dia mengatakan, belum lama ini petugas mengganti alat early warning system (EWS) di kawasan Pantai Sine. EWS yang terpasang sejak tahun 2012 itu diduga dirusak warga.

Perusakan itu diduga terkait peristiwa error system yang belum lama terjadi. “EWS tiba-tiba bunyi. Warga Sine sontak panik, berhamburan meninggalkan rumah. Namun tsunami yang ditakuti tersebut ternyata tidak terjadi,” ucapnya.

Suroto terus mengimbau warga tetap waspada, namun tidak resah apalagi marah dan merusak alat deteksi. Sebab warga memang berempat tinggal di zona merah dan semuanya bisa dihadapi dengan mitigasi. "Takut itu manusiawi, tapi jangan sampai resah apalagi merusak alat. Yang penting tetap waspada," kata Suroto.

 


(ADI)

Berita Terkait