70 Tahun Surya Paloh

Saur M Hutabarat, Dewan Pengarah Dewan Redaksi Media Group (Saur M Hutabarat) Saur M Hutabarat, Dewan Pengarah Dewan Redaksi Media Group (Saur M Hutabarat)

SUATU hari Presiden Jokowi dalam pidatonya membahasakan Surya Paloh sebagai ‘kakanda’. Suatu hari yang lain lagi Jokowi membahasakan Partai NasDem sebagai ‘partai besar yang di­segani.’ Dua kualitas ‘kakanda’ dan ‘partai besar yang disegani’ itu kiranya substansial mewa­kili apa dan siapa Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem, di mata Presiden.

Jokowi lebih muda 10 tahun daripada Surya Paloh. Kiranya bukan perkara umur semata Jokowi menyebut Surya Paloh kakanda dalam makna yang mu­da menghormati yang tua. Dalam nada ‘kakanda’ itu, hemat saya, terekspresikan pula kedekatan hubungan.

Rasanya tidak berlebihan untuk menyimpulkan di antara para ketua umum partai politik besar pendukung Jokowi, hanya dengan Surya Paloh, hubungan keduanya lebih rileks. Perbandingannya, Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarno­putri, membahasakan Jokowi sebagai petugas partai. Ketua Umum Golkar, Airlangga Hartarto, berkedudukan sebagai men­teri, yang berarti pemban­tu presiden. Airlangga lebih mu­da daripada Jokowi, akan tetapi kedudukannya sebagai pejabat publik, sebagai menteri, tak patut dibahasakan sebagai ‘adinda’, di ulang tahun Partai Gol­kar sekalipun.


Panggilan kakanda itu kiranya juga bermakna respek terhadap politikus senior. Surya Paloh telah berpolitik di usia remaja. Pada usia 18 tahun 6 bulan dia dicalonkan sebagai anggota DPRD Kota Medan. Dia mundur karena keingin­annya menjadi anggota DPR RI. Berangkat dari titik itu saja Surya Paloh telah berpolitik 50 tahun lebih.

Usia Partai NasDem belum genap 10 tahun. NasDem satu-sa­tunya partai baru yang ikut Pemilu 2014 dan meraih 36 kur­si DPR. Pada Pemilu 2019, Partai NasDem meraih 59 kursi DPR atau bertumbuh 63,68%. Ini pertumbuhan tertinggi di antara partai politik peserta pemilu legislatif. Perolehan kursi DPR sebanyak itu menjadikan NasDem partai politik papan atas empat besar. Akan tetapi, menjadi be­sar secara kuantitatif tidak dengan sendirinya menjadi partai besar yang disegani.

Disegani kiranya buah kualitatif antara lain mengusung calon kepala daerah tanpa mahar. Untuk calon Gubernur Jawa Ba­rat, Ridwan Kamil, misalnya, Surya Paloh memberi tiga pesan khusus, yakni tidak berpartai, memenangkan Jokowi di Jawa Barat, dan menjadikan bumi Ja­wa Barat sebagai benteng Pan­casila.

Disegani kiranya juga karena NasDem mengusung calon presiden tanpa syarat. NasDem tidak minta jatah kursi menteri, terlebih menentukan jumlahnya. Itu hak prerogatif presiden. Surya Paloh konsisten menegakkan sistem presidensial.

Di kala pemilu, tegas diproklamasikan bahwa ‘NasDem partaiku, Jokowi presidenku’. Jokowi terpilih dua kali menjadi presiden. NasDem menjadi partai yang turut berkuasa di pemerintahan, tetapi juga konsisten tidak berperilaku sebagai partai oposisi di parlemen.

Surya Paloh 43 tahun berada di Partai Golkar. Seusai Musyawarah Nasional VIII Partai Golkar di Pekanbaru, Riau (2009), dia berkesimpulan idealismenya tidak bisa dijalankan sepenuhnya di tubuh Partai Golkar. “Saya katakan pada diri saya,” demikian Surya Paloh, “Ini waktunya bagi saya mencari penyaluran baru, sebuah saluran idealisme.”

Pada mulanya Surya Paloh mendirikan organisasi kemasyarakatan Nasional Demokrat (2010). Kemudian, dia mendirikan Partai NasDem (2011). Untuk apa? Bukan kendaraan politik untuk dirinya, bukan untuk kepentingan pri­badinya. Perkara yang sulit dipercaya di era pragmatisme, di masa wani piro. Dia pernah ikut Konvensi Partai Golkar (2004), yang digagasnya, untuk menjadi calon presiden. Di NasDem pernah ada suara di kongres mengusulkan dirinya menjadi capres. Kata Surya Paloh, bila tawaran itu datang 20 tahun lalu, dia pertimbangkan. Di NasDem, dia memilih menjadi king maker untuk bangsa dan negara. Dia lebih memilih menjadi sahabat presiden, yang dibahasakan dengan akrab sebagai kakanda oleh sang Presiden.

Bahkan, Surya Paloh tidak tergesa untuk mengorbitkan anak satu-satunya, Prananda Surya Paloh. Sejak 2014, Prananda menjadi anggota DPR RI mewakili daerah pemilihan Sumut 1 meliputi Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Serdang Bedagai, dan Kota Tebing Tinggi. Di parlemen, Prananda tidak menjadi petinggi di fraksi ataupun di komisi. Di partai sang putra malah memilih tugas berat sebagai Ketua Koordinasi Bidang Pemenangan Pemilu. Di masa berjuang untuk menjadi anggota DPR, Prananda bahkan melarang tim suksesnya memasang gambar sang ayah, Surya Paloh, bersama dirinya. Dia tampil sebagai seorang Prananda.

Di awal pandemi korona, Surya Paloh mengambil keputusan meminjamkan hotelnya untuk tenaga kesehatan dan relawan. The Media Hotel & Towers di bilangan Jalan Gunung Sahari, Jakarta, dipinjamkan kepada pemerintah sampai pandemi berakhir. Sebuah keputusan tidak berbatas waktu karena tak seorang pun tahu kapan pandemi usai. Keputusan ini kiranya memperkuat pidatonya yang menyatakan dia mendirikan partai bukan untuk menambah kekayaan pribadinya.

Saban kali terjadi bencana alam yang memorakporandakan dan menelan nyawa anak bangsa, kita menangis. Indonesia Menangis. Itulah judul program Metro TV yang pertama kali digunakan ketika terjadi tsunami di Aceh (2004). Program itu mampu membangun solidaritas kemanusiaan yang luar biasa. Tingginya kepercayaan masyarakat itu terus terpelihara ketika Gunung Merapi meletus (2010) dan terakhir ketika gempa melanda Sulawesi Tengah (2018).

Dana yang terkumpul terutama digunakan untuk keperluan membangun sumber daya manusia. Itu terjadi di Aceh, NTB, dan Palu. Contohnya, Surya Paloh mendirikan tiga Sekolah Sukma Bangsa di Provinsi Aceh, yaitu di Kabupaten Pidie, Bireuen, dan Kota Lhokseumawe. Di dalam perkembangannya, kiranya inilah satu-satunya sekolah di Republik ini yang menyekolahkan program master 30 orang gurunya ke Finlandia, negara yang menjadi barometer dunia di bidang pendidikan. Program ini terselenggara berkat dana 1,4 juta euro dari saku Surya Paloh.

Para guru lulusan Finlandia itu tidak diikat dengan kontrak ikatan dinas. Yang terpenting mereka tetap mengabdi di bidang pendidikan, di mana pun berada, di negeri tercinta ini.

Surya Paloh tergerak hatinya menyelamatkan 10 anak bangsa yang disandera kelompok Abu Sayyaf di perairan Mindanao, Filipina Selatan. Penyandera mematok uang tebusan 50 juta peso atau setara US$1 juta. Surya Paloh mengerahkan sumber daya personel dan jejaring untuk membebaskan mereka. Di kemudian hari, di Sekolah Sukma Bangsa di Aceh, ada 30 anak asal Mindanao, Filipina Selatan, bersekolah di situ. Ini buah diplomasi berkeadaban yang memengaruhi gerilyawan Abu Sayyaf membebaskan anak bangsa yang disandera.

Yang tak banyak diketahui umum ialah keras hati Surya Paloh dalam memelihara lingkungan hidup. Sebatang pohon pun tidak boleh ditebang. Ketika kantor baru DPP Partai NasDem di bilangan Menteng, Jakarta, hendak dibangun, untuk itu gedung ormas dan gedung bercat putih harus diratakan dengan tanah. Yang terlebih dulu diselamatkan ialah sebatang pohon yang menahun hidup di halaman parkir.

Suatu saat saya dan sahabat wartawan senior Elman Saragih menginap berhari-hari di Pulau Kaliage Besar, di kawasan Pulau Seribu, milik Surya Paloh. Tiap pagi hari kami berolah raga, berjalan kaki mengitari pulau itu, menyaksikan sendiri betapa semua pepohonan di situ terpelihara sebagaimana aslinya. Ada sebatang pohon tumbang karena tua, dan ia tetap terbaring di situ begitu rupa sehingga masihlah nyata ketuaannya. Semua bangunan dan fasilitas di situ didirikan (‘insinyur’-nya Surya Paloh sendiri) dengan menghormati tatanan orisinal kehadiran pepohonan yang alami.

Di pulau itu, setelah kami berjalan pagi, di kala sarapan, terjadilah diskusi kecil Elman, Surya Paloh, dan saya. Kembali terasakan keterbukaan pemikiran Surya Paloh, bahkan ketika saya mengkritik Jokowi. Saya berpandangan, Presiden tidak punya konsep yang utuh tentang pendidikan tinggi di satu pihak, ristek di lain pihak. Buktinya, di masa peme­rintahannya yang pertama, pendidikan tinggi disatuatapkan dengan kementerian ristek, menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Ristek-Dikti). Di masa pemerintahannya yang kedua, Jokowi malah membubarkannya. Semua dipindahkan, disatuatapkan menjadi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Kiranya inilah nama kementerian terpanjang dalam sejarah Republik dengan nasib pendidikan tinggi mondar-mandir, dari satu atap ke atap lain. Surya Paloh men­dengarkan semua kritik itu, tanpa sejenak pun menyelanya.

Pada 13 Agustus 2015, Presiden Jokowi menganugerahi Bintang Mahaputra ­Utama kepada Surya Paloh sebagai tokoh pers nasional. Korannya Prioritas diberedel di zaman Orde Baru. Di zaman Reformasi, pimpinan Media Group ini mendirikan Metro TV, televisi berita pertama di negeri ini yang siaran tanpa putus 24 jam. Inilah televisi berita yang menjadi trend setter antara lain dalam hal breaking news. Metro TV menayangkan secara langsung hasil quick count pada Pilpres 2004, yang di kemudian hari, diikuti stasiun lainnya.

Surya Paloh di dalam satu pidatonya menyatakan dirinya gelisah. Dia gelisah karena apa yang dicita-citakan bapak bangsa belum terwujud. Hari ini, 16 Juli 2021, tokoh yang gelisah itu berumur 70 tahun. Selamat ulang tahun untuk abang, kakanda, bapak, pimpinan, ketum (demikian ragam orang membahasakan diri­nya), semoga sehat dan panjang umur.

  *Saur M Hutabarat, Dewan Pengarah Dewan Redaksi Media Group

 


(TOM)

Berita Terkait