SURABAYA : Ketua Umum DPP Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah menyayangkan adanya pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan oleh pihak manajemen rumah sakit. Pemotongan insentif dengan besaran 50 hingga 70 persen.
"Di saat para tenaga kesehatan berjuang dalam menangani pasien covid-19, hak mereka justru dipotong yang dilakukan pihak manajemen rumah sakit. Tentu ini sangat disayangkan," kata Harif saat ditemui usai memberikan santunan kepada sejumlah perawat yang meninggal dunia akibat covid-19 di Surabaya, Selasa 2 Maret 2021.
Harif mengatakan pihaknya sudah menelusuri adanya pemotongan insentif tenaga kesehatan di beberapa rumah sakit rujukan covid-19 di Indonesia. Hasil penelusuran memang ditemukan adanya potongan itu.
"Uang pemotongan itu diketahui diberikan manajemen RS kepada tenaga kesehatan atau pihak lainnya yang tidak berhubungan langsung dalam penanganan pasien covid-19," katanya.
Di sisi lain, lanjut Harif proses pembayaran yang berjenjang mengakibatkan lamanya waktu pencairan dan meningkatkan risiko penundaan serta pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan. Hal itu dilakukan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sesuai surat keputusan (SK) Menteri Keuangan besaran nilai insentif bagi tenaga kesehatan yang menangani pasien covid-19 bervariasi. Misal, untuk dokter spesialis sebesar Rp15 juta, dokter umum Rp10 juta. Lalu perawat sebesar Rp7,5 juta.
Sedangkan untuk tenaga kesehatan lainnya sebesar Rp5 juta. Namun tenaga kesehatan akan mendapatkan sesuai besaran nilai insentif tersebut apabila bekerja secara penuh dalam satu bulan atau minimal 22 hari kerja.
(ADI)