BKSDA Blitar Tarik Sebagian Kamera Pengintai Harimau Jawa

Tim BKSDA Blitar mencabut sebagian kamera pengintai harimau jawa di di kawasan hutan lereng Gunung Wilis, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung (Foto / Metro TV) Tim BKSDA Blitar mencabut sebagian kamera pengintai harimau jawa di di kawasan hutan lereng Gunung Wilis, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung (Foto / Metro TV)

TULUNGAGUNG : Upaya Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) melacak beredaan harimau jawa di kawasan hutan lereng Gunung Wilis, Kecamatan Sendang, Kabupaten Tulungagung, belum membuahkan hasil. Sejak pengintaian tiga bulan terakhir, harimau dengan garis kuning hitam itu tak lagi menampakkan diri. Karenanya, tiga dari tujuh kamera pingintai pun ditarik.

"Tim telah menarik tiga kamera pemantau yang sebelumnya dipasang di lokasi. Kamera kami ambil untuk dilakukan observasi," kata Kepala Resor Wilayah II BKSDA Blitar, Joko Dwiyono, Kamis 8 April 2021.

Sebelumnya, pada akhir tahun 2020, Tim BKSDA menerima laporan munculnya seekor harimau yang mengarah pada ciri macan Jawa. Warga mengaku sedang mencari rumput. Ia melihat macan tersebut tengah berjalan bersama anaknya. Dalam laporannya, warga juga menunjukkan jejak telapak kaki binatang.

Sayangnya, saat tim BKSDA tiba di lokasi, jejak kaki tersebut sudah dalam kondisi rusak oleh air hujan. Kendati demikian tim tetap memasang kamera pengintai. Tiga kamera diletakkan di kawasan hutan Desa Nyawangan dan empat kamera di Desa Ngulurup.

"Selama kamera terpasang, kami melakukan pengecekan secara berkala. Setiap dua pekan sekali," terangnya.

Tim BKSDA juga menyimpulkan, lokasi pemasangan kamera memenuhi syarat sebagai habitat harimau. Ada sumber mata air. Ada sumber pangan. Kawanan babi hutan dan kijang kerap terlihat warga yang sedang mencari rumput.

Joko mengakui, pelacakan yang dilakukan tidak mudah. Hal itu mengingat harimau memiliki sifat sensitif terhadap hal asing. Harimau memiliki naluri yang tajam.

"Misalnya, menjauhi bau manusia, termasuk suara mesin atau sepeda. Harimau biasanya merasa terganggu dan memilih menghindar," imbuh Joko.

Sementara kawasan hutan lereng Gunung Wilis membentang luas hingga enam kabupaten, yakni Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Ponorogo hingga Kabupaten Madiun.

Jika harimau itu memang ada, kemungkinan berpindah tempat karena terganggu aktivitas manusia, sangat mungkin terjadi.

"Jadi istilah orang Jawa bejo bejan (untung untungan)," ujar Joko.

Sementara tiga unit kamera yang ditarik dari lokasi Desa Nyawangan masih akan diobservasi lebih jauh. Apakah selama tiga bulan tersebut, kamera berhasil menangkap visual maupun suara yang mengarah atau tidak.

Sedangkan empat kamera pengintai lainnya masih dipertahankan di lokasi. Di sisi lain, tidak ada lagi laporan warga setempat yang melihat keberadaan harimau.

"Nanti hasil observasi kamera pengintai oleh tim akan kita sampaikan," pungkasnya.


(ADI)