Gempa di Turki Tewaskan Lebih 3.700 Orang

Bocah di Turki ditemukan selamat dari reruntuhan bangunan akibat gempa/ist Bocah di Turki ditemukan selamat dari reruntuhan bangunan akibat gempa/ist

TURKI: Jumlah korban tewas akibat gempa di Turki dan Suriah terus bertambah. Hingga saat ini, tercatat lebih dari 3.700 jiwa melayang akibat gempa 7,8 magnitudo, Senin 6 Februari 2023.

Cuaca musim dingin yang membekukan menambah penderitaan ribuan orang yang terluka atau kehilangan tempat tinggal dan menghambat upaya untuk menemukan korban selamat.

Gempa berkekuatan besar itu meruntuhkan seluruh blok apartemen di kota-kota Turki dan menumpuk lebih banyak kehancuran pada jutaan warga Suriah yang terlantar akibat perang bertahun-tahun.

Guncangan gempa melanda sebelum matahari terbit dalam cuaca buruk dan diikuti pada sore hari oleh gempa besar lainnya.

Di Diyarbakir di tenggara Turki, seorang wanita berbicara di samping reruntuhan blok tujuh lantai tempat dia tinggal berkata: "Kami terguncang seperti buaian. Di dalam rumah kami ada sembilan orang. Dua putra saya masih di reruntuhan, Aku sedang menunggu mereka."

Dia sedang merawat lengan yang patah dan memiliki luka di wajahnya.

"Itu seperti kiamat," kata Abdul Salam al-Mahmoud, seorang Suriah di kota utara Atareb, seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa 7 Februari 2023.

"Dingin sekali dan ada hujan lebat, dan orang-orang perlu diselamatkan,” tuturnya.

Gempa tersebut merupakan yang terbesar yang tercatat di seluruh dunia oleh Badan Survei Geologi AS (USGS) sejak gempa di Atlantik Selatan yang terpencil pada Agustus 2021.

 Di Turki, jumlah korban tewas mencapai 2.316, kata Otoritas Manajemen Bencana dan Darurat (AFAD), menjadikannya gempa paling mematikan di negara itu sejak gempa dengan kekuatan yang sama pada 1999 menghancurkan wilayah Laut Marmara timur yang berpenduduk padat di dekat Istanbul, menewaskan lebih dari 17.000 orang.

Sementara setidaknya 1.444 orang tewas di Suriah dalam gempa Senin dan sekitar 3.500 orang terluka, menurut angka dari pemerintah Damaskus dan petugas penyelamat di wilayah barat laut yang dikuasai pemberontak.

Koneksi internet yang buruk dan jalan yang rusak antara beberapa kota yang paling parah terkena dampak di selatan Turki, rumah bagi jutaan orang, menghambat upaya untuk menilai dan mengatasi dampaknya.

Temperatur di beberapa daerah diperkirakan turun hingga mendekati titik beku dalam semalam, kondisi yang memburuk bagi orang-orang yang terjebak di bawah reruntuhan atau kehilangan tempat tinggal. Hujan turun pada Senin setelah badai salju melanda negara itu pada akhir pekan.

Lebih dari 13.000 orang terluka di Turki akibat gempa tersebut.

 Di Kota Iskenderun, Turki, tim penyelamat memanjat tumpukan puing yang dulunya merupakan bagian dari unit perawatan intensif rumah sakit pemerintah untuk mencari korban selamat. Petugas kesehatan melakukan apa yang mereka bisa untuk menangani serbuan baru pasien yang terluka.

 "Ada pasien yang dioperasi tapi kami tidak tahu apa yang terjadi," kata Tulin, perempuan berusia 30-an, berdiri di luar rumah sakit, menyeka air mata dan berdoa.

Presiden Turki Tayyip Erdogan -yang mempersiapkan pemilihan yang sulit pada bulan Mei,- menyebut gempa itu sebagai bencana bersejarah dan gempa terburuk yang melanda negara itu sejak 1939, tetapi mengatakan pihak berwenang melakukan semua yang mereka bisa.

 "Semua orang mengerahkan hati dan jiwa mereka ke dalam upaya meskipun musim dingin, cuaca dingin dan gempa yang terjadi pada malam hari membuat segalanya menjadi lebih sulit," kata Erdogan.

Kemudian datang lagi gempa kedua yang cukup besar untuk merobohkan lebih banyak bangunan. Seperti yang pertama, dirasakan di seluruh wilayah, gempa itu membahayakan tim penyelamat yang berjuang untuk menarik korban dari reruntuhan.

BACA:

Angka kematian di Suriah, yang telah dirusak oleh perang saudara selama lebih dari 11 tahun, justru beragam. Kementerian Kesehatan mengatakan 711 orang telah tewas. sedangkan di Suriah barat laut yang dikuasai pemberontak, pekerja darurat mengatakan 733 orang tewas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan 4,1 juta orang, banyak dari mereka terlantar akibat konflik dan tinggal di kamp-kamp, sudah bergantung pada bantuan kemanusiaan lintas batas di Suriah barat laut dan upaya dukungan internasional diregangkan dan kekurangan dana.

"Masyarakat Suriah secara bersamaan dilanda wabah kolera yang sedang berlangsung dan peristiwa musim dingin yang keras termasuk hujan lebat dan salju selama akhir pekan," ucap juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan di New York.

Di kota Aleppo yang dikuasai pemerintah, rekaman di Twitter menunjukkan dua bangunan tetangga runtuh satu demi satu, memenuhi jalan-jalan dengan debu yang mengepul.

Dua penduduk kota, yang rusak parah akibat perang, mengatakan bangunan-bangunan itu ambruk beberapa jam setelah gempa, yang terasa hingga ke Siprus dan Lebanon. Di kota Hama yang dikuasai pemerintah Suriah, seorang jurnalis melihat seorang anak yang tampaknya tak bernyawa dibawa dari reruntuhan sebuah bangunan.

 


(TOM)

Berita Terkait