KPK Perpanjang Masa Tahanan Tersangka Korupsi BPPD Sidoarjo

Arsip foto - Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Ari Suryono (kiri) menuju ruang konferensi pers setelah diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Jumat (23/2/2024). (ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww/pri) Arsip foto - Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo, Ari Suryono (kiri) menuju ruang konferensi pers setelah diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Jumat (23/2/2024). (ANTARA FOTO/Reno Esnir/aww/pri)

Jakarta: Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan mantan Kepala Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD), Ari Suryono dan mantan Kasubbag Perencanaan dan Keuangan BPPD, Siska Wati. Keduanya tersangka dugaan tindak korupsi di BPPD Kabupaten Sidoarjo.

"Tersangka SW (Siska Wati) dilakukan penahanan untuk 30 hari ke depan sampai dengan 24 April 2024 di Rutan Cabang KPK berdasarkan penetapan pertama dari Pengadilan Tipikor pada PN Surabaya," ucap Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri dikutip dari Antara, Rabu, 17 April 2024.

Penahanan tersangka AS diperpanjang untuk 40 hari kedepan, yakni hingga 22 April 2024 di Rutan Cabang KPK. Perpanjangan masa ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan dan menguatkan seluruh unsur pasal dari dugaan perbuatan kedua tersangka.

Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati (SW) ditahan dan ditetapkan oleh KPK pada 29 Januari 2024 sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Kemudian, pada 23 Februari 2024, Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo, Ari Suryono (AS) juga ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara yang sama. Konstruksi perkara tersebut diduga dimulai sejak BPPD Kabupaten Sidoarjo berhasil mencapai target pendapatan pajak pada 2023.

Atas capaian tersebut, Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali menerbitkan Surat Keputusan untuk pemberian insentif kepada pegawai di lingkungan BPPD Kabupaten Sidoarjo. Dari keputusan tersebut, AS memberi perintah kepada SW untuk menghitung besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD beserta besaran potongan dari dana insentif tersebut yang kemudian ditujukan untuk kebutuhan AS dan Ahmad Muhdlor Ali. Besaran potongan tersebut adalah 10-30% sesuai dengan besaran insentif yang diterima.

AS juga memerintahkan SW agar teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai yang dikoordinir oleh setiap bendahara yang terdapat di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat. Ia juga diketahui aktif melakukan koordinasi dan komunikasi soal distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui orang-orang yang dipercayai oleh bupati sebagai perantara.

Pada 2023, SW diketahui mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN hingga mencapai Rp2,7 miliar. Tim penyidik KPK juga kini tengah mendalami aliran dana dalam hal ini.

Atas perbuatannya, AS dan SW dijerat dengan Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 20019 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Pada 16 April 2024, KPK kembali mengumumkan dan menetapkan Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali sebagai tersangka baru. Namun, tim penyidik masih belum dapat memberikan keterangan lebih detail mengenai perkara ini.

"KPK belum dapat menyampaikan spesifik identitas lengkap pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, peran dan sangkaan pasalnya hingga nanti ketika kecukupan alat bukti selesai dipenuhi semua oleh tim penyidik. Namun kami mengonfirmasi atas pertanyaan media bahwa betul yang bersangkutan menjabat bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021-sekarang," ucap Ali.


(SUR)

Berita Terkait