Bagaimana Proses Perumusan Ikrar Sumpah Pemuda?

Ilustrasi Ilustrasi

JAKARTA: Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tahunnya pada 28 Oktober dan tahun ini merupakan peringatan yang ke-92. Hari Sumpah Pemuda ini ditetapkan oleh pemerintah melalui Keputusan Presiden No. 316 tahun 1959 sebagai hari nasional dan bukan hari libur. Lalu ada kisah apa di balik ikrar Sumpah Pemuda?

Sumpah pemuda merupakan hasil keputusan Kongres Pemuda Kedua yang dilaksanakan selama dua hari, 27-28 Oktober 1928 di Batavia (Jakarta). Penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua dicetuskan oleh Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI). Kongres ini dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dilakukan dalam tiga kali rapat.

Dilansir dari situs Museum Sumpah Pemuda Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, rapat pertama dilangsungkan pada Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB), Lapangan Banteng. Rapat ini diawali dengan sambutan dari Ketua PPPI Soegondo Djojopoespito yang berharap melalui kongres ini semangat persatuan pemuda semakin kuat.


Lalu, dilanjutkan dengan paparan Moehammad Jamin mengenai arti dan hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, terdapat lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Selanjutnya, rapat kedua diselenggarakan pada Minggu, 28 Oktober 1928, di
Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas mengenai pendidikan.

Terdapat dua pembicara yang mengisi rapat ini, yakni Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro. Mereka berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan dan adanya kesimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Selain itu, anak harus dididik secara demokratis.

Terakhir, rapat ketiga diadakan di Gedung Indonesische Clubhuis Kramat pada hari yang sama dengan rapat kedua. Dilanjutkan dengan Soenario memaparkan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan
kepanduan.

Sementara itu, Ramelan berpendapat, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Sebab, gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam
perjuangan. Setelah itu, lagu “Indonesia Raya” karya Wage Rudolf Supratman diperdengarkan sebelum kongres ditutup.

Lagu tersebut mendapatkan respon yang sangat meriah dari peserta kongres. Kongres ditutup dengan
mengumumkan rumusan hasil kongres. Rumusan itu disebut sebagai Sumpah Setia oleh para pemuda yang hadir, bunyinya sebagai berikut:

PERTAMA.
Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe,
tanah indonesia.
KEDOEA.
Kami poetera dan poeteri indonesia, mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa
indonesia.
KETIGA.
Kami poetera dan poeteri indonesia, mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa indonesia


(TOM)