Guru Besar Kedokteran Unusa : Pandemi Covid-19 Bikin Kita Dilema

guru besar pertama Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Prof. Dr. Mulyadi, dr. Sp.P (K), FISR (Foto/Hum) guru besar pertama Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Prof. Dr. Mulyadi, dr. Sp.P (K), FISR (Foto/Hum)

SURABAYA: Pandemi covid-19 mengubah proses pembelajaran menjadi daring. Kondisi menjadi kekhawtiran tersendiri bagi mahasiswa kedokteran. Sebab, tak hanya teori, mahasiswa kedokteran juga harus memiliki pengalaman menangani dan berinteraksi dengan pasien.

“Pandemi covid-19 telah mengurangi kesempatan mahasiswa pendidikan profesi dokter dapat berinteraksi dengan pasien. Ini telah mengusik nurani saya terhadap pendidikan dokter,” kata Prof. Dr. Mulyadi, dr. Sp.P (K), FISR, guru besar pertama Fakultas Kedokteran Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), Jumat 15 Oktober 2021.

Mulyadi mengatakan, menghadapi keadaan ini para pendidik kedokteran diharuskan untuk menggunakan sistem berbasis teknologi dan simulasi melalui daring. “Ini merupakan tantangan sekaligus pertaruhan. Mengingat prinsip utama dalam pendidikan kedokteran adalah tidak ada guru yang lebih baik selain pengalaman langsung menghadapi pasien,” terangnya.

Guru besar kelahiran, Trieng Meduro, Sawang, Aceh Selatan ini menuturkan kegiatan pedagogis memakai simulasi dan inovasi teknologi selama pandemi seperti kuliah daring, simulator virtual webcasting, diskusi ruang daring, telah menghilangkan atau  mengurangi esensi pendidikan yang bertujuan menghasilkan seorang dokter yang  sesuai dengan panduan pendidikan dokter Indonesia.

Baca Juga : M Nuh Resmikan RSI Nyai Ageng Pinatih Gresik

“Regulasi yang membatasi hubungan antara peserta pendidikan dokter dengan pasien pada masa pandemi merupakan dilema, karena seorang dokter kelak akan menghadapi orang yang sakit, sesuai tingkat kompetensinya,” katanya.

Menghadapi pandemi covid-19, dengan mengacu pada regulasi Kementerian, Fakultas Kedokteran (FK) Unusa telah melakukan beberapa inovasi berbasis teknologi yang tersedia saat ini, pendidikan tetap berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan berusaha agar kompetensi yang diharapkan tetap dapat dimiliki setiap peserta didik yang akan dievaluasi pada tahap akhir pendidikan.

"FK Unusa telah memulai langkah awal yang sangat baik dan patut kita syukuri, evaluasi akhir Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD) yang pertama kali diikuti oleh mahasiswa FK Unusa telah menghasilkan tingkat kelulusan mencapai 100 persen," tandasnya

Tuberkulosis Dunia

Tuberkulis menjadi perhatian Prof. Mulyadi. Berdasarkan laporan tahunan Tuberkulosis yang diterbitkan pada era Sustainable  Development Goals (SDGs) dan dimasa End TB Strategy, Indonesia bersama beberapa negara lain (India, China, Nigeria, Pakistan dan Afrika Selatan) merupakan penyumbang 60 persen kasus baru tuberkulosis.

“Kasus tuberkulosis bukan hanya karena kemiskinan, akibat tuberkulosis yang berkepanjangan menambah serta memperberat kemiskinan itu sendiri. Dalam skala mikro rumah tangga, pasien tuberkulosis dapat kehilangan hingga 3 - 4 bulan kerja efektif, serta menghabiskan hingga 30 persen biaya rumah tangga sehari-hari. Setiap tahun beban ekonomi terkait akibat tuberkulosis yang  ditanggung oleh negara miskin di seluruh dunia mencapai 12 miliar dollar AS,” katanya.

Ketika problem tuberkulosis belum selesai, lanjut Prof Mulyadi kini muncul berbagai wabah dan mengakibatkan pandemi diberbagai belahan dunia, seperti SARS pada 2003, Flu Burung H5N1 serta MERS CoV pada 2016, serta covid-19.

“Infeksi covid-19 yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-CoV-2) menjadi penyebab pandemi dan telah mengubah tatanan budaya serta kebiasaan hidup saat ini. Covid-19 telah menginfeksi lebih dari 25 juta di seluruh dunia dan terus berlanjut hingga kini,” pungkasnya.  

 


(ADI)

Berita Terkait