Bingung Beda PSBB dan PPKM, Ini 4 Macam Pembatasan Sosial!

Ilustrasi Ilustrasi

JAKARTA: Sejak munculnya pandemi Covid-19, istilah pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mungkin sudah familiar bagi masyarakat Indonesia.

PSBB adalah istilah kekarantinaan kesehatan yang didefinisikan sebagai pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit/wabah.
 
Adapun tujuan PSBB tidak lain untuk mencegah meluasnya penyebaran penyakit/wabah. Kebijakan PSBB diinisiasi oleh Pemerintah Daerah baik itu Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota.
 
Baru-baru ini, muncul istilah baru pembatasan sosial yakni pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM). PPKM berlaku di Jawa dan Bali untuk menekan angka penularan covid-19 skala nasional.


Pada dasarnya PPKM tidak jauh berbeda dengan PSBB. Namun memang ada beberapa perbedaan seperti jika PSBB diinisiasi Pemerintah Daerah, maka PPKM inisiatornya adalah Pemerintah Pusat.
 
Perbedaan lainnya, PSBB memiliki unsur karantina wilayah atau lockdown, sedangkan PPKM tidak berwujud karantina wilayah melainkan hanya pembatasan mobilitas warga yang diperketat.
 
PPKM berlaku jika sebuah daerah sudah mencapai kriteria tertentu seperti tingkat kematian di atas rata-rata. Kemudian tingkat kesembuhan di bawah rata-rata nasional sebesar 82 persen.

Kasus aktif harus di bawah kasus aktif nasional sebesar 14 persen, dan keterisian RS untuk tempat tidur isolasi dan ICU di atas 70 persen. Daerah yang masuk dalam kriteria itu harus menerapkan kebijakan PPKM.
 
Selain PSBB dan PPKM, ternyata masih ada beberapa istilah pembatasan sosial lain yang mungkin kamu belum tahu.

1. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Ketat
PSBB ketat pada dasarnya sama saja dengan PSBB. Hanya saja kata 'Ketat' yang melekat biasanya digunakan saat situasi dan kondisi wabah semakin tinggi dan semakin membuat membuat khawatir. Kemudian dalam kondisi seperti ini, pemerintah juga tidak canggung untuk memberikan sanksi tegas atau denda bagi masyarakat yang tidak disiplin menjalankan PSBB.

2. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi
PSBB Transisi pertama kali dipopulerkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Saat itu, status DKI sudah menjadi hijau kuning (jumlah kasus Covid-19 menurun, bahkan di sejumlah wilayah tidak ada lagi) sehingga bisa mulai melakukan transisi.
 
Dalam PSBB transisi kegiatan sosial ekonomi sudah kembali berjalan secara bertahap namun dengan batasan tertentu serta adaptasi beberapa kebiasaan baru seperti memakai masker, mencuci tangan, dan selalu membawa hand sanitizer.

3. Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM)
Jika PSBB diberlakukan di seluruh wilayah dalam satu provinsi, maka PSBM memiliki cakupan wilayah yang lebih kecil dari kabupaten/kota misalnya kecamatan, kelurahan. Dengan kata lain, PSBM adalah PSBB berbasis desa atau kelurahan dan merupakan perluasan isolasi mandiri dengan lebih intens disertai pelayanan kepada masyarakat.

4. Pembatasan Sosial Kampung Siaga (PSKS)
Hampir mirip dengan PSBM dengan cakupan desa atau kelurahan. Pembatasan Sosial Kampung Siaga (PSKS) berlaku pada zona yang lebih kecil setingkat RW. Istilah PSKS sempat digunakan oleh Pemerintah Kota Depok menyusul zona merah di sebanyak 238 RW. Merujuk pada Peraturan Wali Kota Depok Nomor 63 Tahun 2020, RW yang ditetapkan sebagai wilayah PSKS memiliki lebih dari 2 pasien positif Covid-19 yang sedang menjalani isolasi mandiri di RW itu.

 

 


(TOM)

Berita Terkait