KPK Ungkap Rencana Awal 'Guyuran' Uang untuk Hakim Itong

Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaeni Hidayat/mediaindonesia Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaeni Hidayat/mediaindonesia

JAKARTA: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertajam penyidikan kasus hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Itong Isnaeni Hidayat (IIH), khususnya terkait kongkalikong pemberian uang.

Keterangan itu diperdalam melalui saksi Staf Pengacara Hendro Kasiono, Lilia Mustika Dewi. Hendro Kasiono merupakan tersangka dalam perkara ini. Dia diduga menyuap hakim Itong untuk pengurusan perkara di pengadilan.

"Dikonfirmasi antara lain terkait dugaan adanya perencanaan awal untuk memberikan sejumlah uang untuk tersangka IIH," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Jumat, 11 Maret 2022.

Ali belum memerinci mengenai urutan peristiwa rencana pemberian fulus tersebut. Keterangan lengkap itu masih menjadi ranah penyidikan KPK.

BACA: KPK Periksa Panitera Pengganti PN Surabaya, Terkait Suap Hakim Itong

Selain itu, penyidik KPK juga memeriksa dua pihak swasta, yakni Liem Maria Meiliasari dan Niko Christian Sunaryo. Keduanya hadir dan dikonfirmasi terkait pembentukan awal PT Soyu Giri Primedika (SGP) dan aktivitas usahanya.

Itong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengurusan perkara di PN Surabaya. KPK juga menetapkan dua tersangka lainnya, yakni panitera pengganti Hamdan dan pengacara Hendro Kasiono.

KPK menyita uang Rp140 juta sebagai barang bukti. Uang merupakan tanda jadi awal agar Itong memenuhi keinginan Hendro terkait permohonan pembubaran PT SGP.

Hendro dijerat Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sementara itu, Itong dan Hamdan dijerat Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 


(TOM)

Berita Terkait