WNA yang Dideportasi Kemenkuham Ternyata Warga Singapura yang Jadi Dosen di Tulungagung

Ilustrasi / Medcom.id Ilustrasi / Medcom.id

SURABAYA : Kanwil Kemenkumham Jawa Timur (Jatim) segera mendeportasi warga Singapura yang menjadi dosen di salah satu perguruan tinggi di Tulungagung. WNA berinisial MB (66) dideportasi karena melanggar dokumen keimigrasian.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, kami akan menjatuhkan Tindakan Administratif Keimigrasian kepada MB berupa pendeportasian ke negara asal," ujar Kepala Divisi (Kadiv) Keimigrasian Kanwil Kemenkumham Jatim Hendro Tri Prasetyo, Selasa 20 Juni 2023.

Hendro menjelaskan pihaknya juga akan memberikan sanksi administratif yang lain berupa pencantuman dalam daftar cekal/ tangkal. "Kantor Imigrasi Kediri juga sudah menerbitkan berita acara pembatalan dokumen perjalanan yaitu paspor yang bersangkutan," katanya.

Selain itu, pihak Kantor Imigrasi (Kanim) Blitar juga telah berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) Kabupaten Tulungagung untuk membatalkan dokumen kependudukan seperti akta lahir, KTP dan Kartu Keluarga.

baca juga : Gudang Kayu di Menganti Gresik Dilalap Api

"Kanim Blitar juga sudah koordinasi dengan Bawaslu, agar melakukan pencegahan sehingga MB tidak masuk sebagai Daftar Pemilih Tetap," tegas Hendro.

Terkait rencana deportasi, pihak Kanwil Kemenkumham Jatim juga telah menetapkan tanggalnya, yaitu pada 22 Juni 2023 mendatang. "Seluruh proses administrasi telah selesai, tinggal menunggu jadwal keberangkatan saja," tuturnya.

Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Blitar, Arief Yudistira mengatakan, MB sudah berada di tanah air sejak tahun 1984. Dari hasil pemeriksaan, diketahui tujuan masuk ke Indonesia untuk kepentingan pendidikan. Dia menjalani pendidikan S1 di wilayah Malang dan lulus sekitar 2006. "Pada medio 1984-1998, MB menggunakan visa kunjungan dengan paspor Singapura. Selama itu, tercatat dia keluar masuk Indonesia sekitar 10 kali," katanya.

Pada 2011, MB mendapatkan dokumen kependudukan. Tidak hanya KTP dan kartu keluarga, namun juga lengkap dengan akta lahir. "KTP menggunakan nama Y (inisial), lahir di Pacitan, 1973. Ini sudah bergeser dari identitas awal dari identitas yang di paspor Singapura," katanya.

Padahal sebenarnya, sambung Arief, yang bersangkutan lahir pada tahun 1956. Di paspor Singapura itu juga dituliskan wilayah kelahiran, yakni Pacitan. "Jadi di Singapura juga ada wilayah dengan nama mirip Pacitan juga, yaitu Kampong Pachitan off Changi Rd S'pore," katanya.

MB juga sempat menikah dengan warga lokal Blitar dan menekuni profesi sebagai tenaga pendidik, yakni dosen salah satu kampus di Kabupaten Tulungagung. "Ketika kami amankan kemarin, beliaunya juga masih mengajar atau menjadi dosen," tuturnya.

Keberdaan warga asing asal singapura ini cukup lama tidak terendus aparat. Arief mengungkapkan, pendataan dokumen keimigrasian kala itu masih menggunakan metode konvensional, sehingga, warga asing ini bisa beraktivitas tanpa dilengkapi dengan dokumen resmi.

"Kami sudah konfirmasi ke Kedutaan Singapura. Dari sana terkonfirmasi yang bersangkutan masih tercatat sebagai warga Singapura. Kami cek juga ke Ditjen AHU, ternyata MB juga tidak pernah mengajukan perpindahan menjadi Warga Negara Indonesia," ucapnya.

Selain warga singapura, ada kasus pelanggaran keimigrasian yang dilakukan oleh orang asing. Mereka yakni IM dan MW, warga Pakistan. Keduanya masuk Indonesia melalui jalur yang tidak resmi. Keduanya masuk lewat Malaysia dan tidak melalui petugas imigrasi. Kanwil Kemenkumham Jatim rencananya akan dilakukan penegakan hukum keimigrasian (pro justitia) terhadap IM dan MW. Keduanya disangkakan telah melanggar pasal 119 Ayat (1) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

 


(ADI)

Berita Terkait